Hey--
Hai. Sebelum kamu bertanya, aku akan bilang bahwa hidupku baik.
Sepertinya aku tidak perlu bertanya, karena kamu juga pasti baik dalam dekapannya.
Sebenarnya banyak yang ingin aku tanyakan, tapi aku tahu aku tidak akan dapat jawaban.
Tapi untuk malam ini, semoga semesta bisa menampung apa yang sedang aku rasakan.
Kamu pernah memikirkan perasaanku tidak? Di saat aku berjuang mati-matian di sini, melawan diri sendiri untuk tetap mencintaimu dalam setiap perilaku baik--burukmu, melawan diriku yang selalu merasa tidak tenang ketika tidak mendengar kabarmu, melawan diriku agar tidak berpaling ke hati yang lain.
Lalu kamu bilang aku tidak bisa mengerti, bahwa ini semua akan berjalan sia-sia. Tapi kamu tahu? Aku sekarang mengerti, itu hanya alasanmu agar kamu bisa melenggang bebas dengan siapapun pilihanmu.
Aku rasa kamu yang tidak bisa mengerti bagaimana rasa sayangku--yang lebih kutunjukan dengan rasa takut bercampur marah ketika aku masih peduli. Kamu tidak paham bagaimana rasa sayangku bekerja.
Kamu tidak mengerti. Seseorang seperti kamu mana bisa mengerti.
Padahal aku sudah mempercayaimu sepenuh hati. Namun untuk mencoba memahamiku pun kamu hanya mencoba setengah senti. Cukup untuk membuat rasa yang aku punya mati.
Itu kan tujuanmu agar aku bisa secepatnya pergi?
Caramu menjelaskan kepergianmu sungguh tidak lucu. Caramu mengenalkan dirinya di media sosial tepat setelah aku memutuskan kontak denganmu juga bukan cara yang sangat dewasa.
Sudah bermain di belakang berapa lama?
Jika memang ada yang lain, ya jelaskan. Kamu tidak bisa memiliki dua orang dalam satu waktu.
Padahal niatku menuliskan ini semua adalah untuk kembali berdamai dengan diriku.
Ternyata salah, potongan akan dirimu kembali menyalakan api kemarahanku.
Oh--bahkan tidak hanya menyalakan, kamu juga mengobarkannya.
Oh--bahkan tidak hanya menyalakan, kamu juga mengobarkannya.
- Sometimes I'm cursing your name wishing something that I shouldn't. (11 April 2019)