Cold Shower
Nala,
Katanya setelah tidak
denganmu, aku terlihat seperti mayat hidup. Kemeja flannel kotak-kotak
kesukaanmu yang sering ku pakai, sekarang sudah kebesaran. Entah berat badanku
yang menurun drastis, atau bahannya memang sudah semakin menipis.
Bukan hanya itu, Nala. Pagi
ini aku banyak merenung.
Seperti remaja pada umumnya,
saat bangun tadi pagi, hal pertama yang aku periksa adalah ponsel di sebelah
kasur. Pikiranku tertuju pada tumpukan pesan yang biasanya akan selalu aku
dapatkan darimu, ketika bangun di pagi hari.
Tetapi Nala, tidak dengan
hari ini.
Bar pada notifikasi ponselku
kosong, melompong, tidak ada namamu di sana.
Untuk beberapa detik aku panik,
takut dengan fakta bahwa kamu masih marah sejak semalam, karena kebiasaanku
yang keasyikan bermain game, sedangkan kamu menuntut untuk diberi kabar, ingin didengarkan.
Detik berubah menit,
perasaan panik berubah menjadi rasa sakit dan perih di bagian dada. Rasanya sesak,
Nala.
Nala, aku lupa.
Aku
sudah bukan kekasihmu lagi.
Kalau aku bisa menangis, ku
yakin awan juga ikut menangis.
Jangan marah, aku tidak sedang
menggunakan majas hiperbola, Nala. Tapi memang begitu adanya.
Nala, kesalahanku kali ini
sudah tidak bisa diperbaiki lagi ya? Kamu benar-benar akan membenci dan tidak
mau melihat wajahku lagi?
Bahkan kamu bersumpah
menyesal pernah mencintaiku, kamu serius untuk kata-katamu yang satu itu, Nala?
Aku memutar pelan kran di
depanku dengan mata sembab sisa menangis semalam. Tetesan air dari shower
terasa menusuk-nusuk kulitku, pagi ini Nala. Tetapi rasanya menusuknya masih
kalah dengan rasanya ditinggalkan olehmu.
Pagi ini aku berharap tetesan
air ini bisa menghapus segala kesalahanku padamu. Berharap tetesan air ini bisa
membuatku lupa bahwa aku sudah tidak lagi denganmu.
Untuk kali pertama, doaku
pada Tuhan seserius itu.
Aku sayang kamu, Nala. Sungguh.
Tetapi, tidak ada jalan lagi
untuk membuatmu kembali ya? Sekeras apapun aku berusaha mencoba? Aku harap aku
bisa memperbaiki hatimu yang patah. Tetapi aku yakin aku tidak bisa membuat kembali hatimu menjadi utuh seperti semula.
Sebelum kembali menjalani
aktivitas di hari ini, bolehkah aku bertanya sesuatu?
Jika malam perpisahan
sekolah kita tidak bertengkar hebat karena kehadiran Kina di hubungan kita,
apakah kita akan masih bersama?
Jika malam perpisahan
sekolah, kamu tidak mengunci diri di kamar dan membiarkanku meneguk minuman
keras, apakah kejadiannya akan sama?
Jika malam perpisahan
sekolah, aku dan Kina tidak melakukan hal itu dan berakibat seperti sekarang,
apakah kamu masih akan mencintaiku dengan rasa yang sama?
Pasti masih, bukan?
Nala, sungguh aku minta
maaf. Memang bukan aku orang yang tepat. Kamu memang pantas mendapatkan orang
lain yang lebih baik dariku.
Nala, aku minta maaf tidak
bisa menepati semua janji-janjiku perihal masa depan kita berdua.
Saat ini, hanya itu yang
ingin aku sampaikan. Bertepatan dengan air dari shower yang sudah berhenti
berjatuhan. Bertepatan dengan terdengarnya nada dering ponselku di dalam kamar.
“Nandan, ke rumah sakit
sekarang. Kina mulai kontraksi.”
Nala, maafkan aku karena
akan segera menjadi seorang Ayah.
Dan bukan kamu Ibu-nya.
Yang mana tidak sesuai
dengan janjiku sebelumnya.
TAMAT
A lil note:
I really don't know why am I wrote this
LOLOLOLOL. But this is the kind of short story that I find it really enjoy to
write. Dan ya, mungkin untuk beberapa alasan
ide yang tiba-tiba muncul dan minta dikeluarkan dari dalam kepala, aku akan membuat banyak short story di
sini.
Cerpen plot twist tidak jelas ini
terinspirasi dari lagu Chelsea Cutler - Cold Shower.
Short story selanjutnya juga begitu,
akan terinspirasi dari lagu-lagu favorite yang ada di playlistku.