Sentences I Will Never Forget
Satu.
“Mama
dulu pacaran, kenapa aku gak boleh?”
“Jadi
kamu mau pacaran?”
“Ya
nggak gituu… masih mau ngejar Turki.”
“Kamu
udah dibesarin bener-bener sama Abi biar gak ada yang bisa nyakitin.”
Dua.
“How
to stop overthink, overact, and of course don’t care about stupid little
things?!?!”
“Berapa
orang suka kok sama tipikal kek gitu. Just be yourself, okay?”
Tiga.
“Pertama
kali aku liat kamu, kamu nggak kayak gini tahu. Kayak gak ngeliatin jati diri
kamu. Tapi setelah kenal, ternyata beda.”
Empat.
“I
can’t stand for any relationship.”
Nah, you just don’t want to build relationship with me.
Lima.
“Kamu
kalo mau cerita,aku ada. Kamu bisa percaya sama aku.”
Liar. When I had my mentally breakdown like really, my
closest friend passed away and I need someone to listen to me, you are not
there.
Enam.
“Kamu
menarik sih, beda. Lebih dewasa.”
Sure, I’m such a grandma person.
Tujuh.
“Kamu
nyaman dengan kesendirian ya? Emang sendiri bahagia? Udah, ayo main. Setiap
momen itu beda, gak bisa keulang.”
Honestly two is better than one, but I don’t want you to
accompany me.
Delapan.
“Terus
mau gimana?”
“Gimana
kalau kita jalani hidup masing-masing?”
The most heartbreaker sentences I ever heard. Yes. We
should live in our paths, removing one another from our lives.
Sembilan.
“Don’t
expecting too much on me.”
But you said that I can trust you, and you said I can’t
put my expectation in the same place huh?
Sepuluh.
“You
know, jangan terlalu gimana-gimana. Perihal jodoh udah ada yang ngatur dan
nggak ada yang tahu.”
Sebelas.
“Jadi
dia itu sebenernya bingung harus trying harder or give up. Dan sekalinya nemu
kesalahan kamu, dia bakal make itu buat tameng dia buat ngejauh dari kamu dan
juga biar gak merasa bersalah.”
Sebuah teori yang benar.
Dua
belas.
“May
cowok itu ada dua tipe. Satu yang masang jaring sama satu yang mancing. Nah
dia, itu yang masang jaring.”
Sebuah percakapan ringan di Burger King pukul 11 malam.
Tiga
belas.
“Hmm
aku gak bisa ngejanjiin karena kalo janji harus ditepatin. Tapi aku
ngeusahain.”
But you are not trying
harder.
Empat
belas.
“Minta
terapinya. Aku nggak mau liat kamu down terus begini.”
But you are the one who let me down.
Lima
belas.
“Aku
mau deh punya anak kayak kamu, lucu kalo marah.”
“Ini
ntah kamu nyadar apa nggak, tapi aku takut kamu stress may terlalu mikirin masa
depan, karir, dan uang. Ini bukan maksud aku mencari celah kamu buat membuka hati,
bukan, tapi ya itu yang kamu omongin tadi. Kamu nggak mendapatkan pengalaman
sebagai remaja normal.”
“Iya,
kamu tuh ya kalo gak diliat, cara ngomongnya kayak kelahiran 97 atau 95.”
“Iya,
jadi kamu di bukan nyari cowok buat nonton bla bla bla. Tapi kamu nyari orang
yang klik dan bisa diajak sharing. Saling sharing masalah gitu dan ngasih
masukan.”
“Aku
tuh ngerasa kalo chatan sama kamu tuh positif banget.”
“Kamu
May, pernah ada kepikiran atau keinginan buat ketemu gak sih? Kalo aku sih
ada.”
“Kamu
itu orang baik yang dikasih banyak cobaan.”
**Still Continued**
[last edit : March 12, 2020 | 05:02 PM]