Sabtu, 27 Juli 2019

The Truth about Temporary People

Not everything is supposed to become something beautiful and long-lasting. Sometimes people come into your life to show you what is right and what is wrong. To show you who you can be. To teach you to love yourself, to make you feel better for a little while, or to just be someone to walk with at night and spill your life to.

Not everyone is going to stay forever, and we still have to keep on going and thank them for what they have given us. 

And sometimes you have to accept that people's part in your story is over. 


- 27/07/2019 (10:30 AM)


Jumat, 26 Juli 2019

Menulis kamu


Kamu pernah bertanya, “Kenapa menulis?”


Karena jawabannya mudah, maka dengan lantang aku menjawab, 


“Kamu tahu, apa yang kita lakukan, apa yang kita bicarakan, apa yang saya rasakan hari ini akan dengan mudahnya dilupakan di hari esok. Setidaknya saya akan punya bukti tulis bahwa kamu pernah ada dalam cerita kehidupan saya. Ketika saya melangkah jauh, entah masih ada kamu atau tidak di halaman itu, setidaknya kamu pernah ada dalam cerita yang sama walaupun berada di halaman yang berbeda. Setidaknya waktu tidak akan membunuh kita dalam aksara.”


“Indah ya, kalau begitu tulis aku terus dalam cerita hidupmu, boleh?”


“Tentu, mudah saja. Jangan berpaling ke cerita lain. Tetap bersamaku. Biar aku mudah mengukir cerita tentangmu—tentang kita.”



- Kamu, alasan aku menulis. (26/7/2019)

Senin, 22 Juli 2019

I don't know how to say this.


Saya percaya, bahwa tidak semua perihal perasaan harus diutarakan.

Apalagi yang bersifat memberatkan.

Seperti sekarang, saya sedang merindu--kamu, tapi saya lebih memilih diam, mendoakan.

Sederhana sebenarnya, tapi kalau boleh jujur saya lebih takut dengan perasaan yang kamu simpan.  

Saya rindu, bisa jadi kamu tidak.

Saya tidak suka mengusik, apa lagi dengan isi kepala saya yang berisik.

Jadi, saya lebih memilih mendoakan saja. Perihal kamu ingat saya atau tidak, saya hanya ingin keadaanmu baik. Perihal siapa yang ada di hatimu sekarang, tetap, ku harap orang itu merupakan orang yang tepat.  

Jadi, ku harap Senin mu menyenangkan.

(22/7/2019 10:13 AM)

Sabtu, 20 Juli 2019

Sensitive

I asked God why He made me too sensitive, and He promised me that it was not a mistake.

He told me He purposely made me delicate, not so that I could shatter easily, not so that I could be frail, not so that I could be told I am "too soft" whenever someone tries to touch me it was so I could know of the gentle beauty in living.

And in my tenderness, I can love in a way the world may not know of yet. 

My compassion has the power to speak raging waves to calmness and I can appreciate the little things He created that go unnoticed.

There is something special in being fragile, and it has nothing to do with weakness, and everything to do with strength.

Being sensitive is a gift, He answered.

And I should not be ashamed of it.



- Found this beautiful writing somewhere on Pinterest. (20/7/2019   10:50 AM)


Sabtu, 13 Juli 2019

Apa Bedanya?


Katanya  saya terlalu perasa.

Perihal rasa yang saya punya, kamu tahu tentang apa?

Kamu tidak ada di sini ketika saya butuh apalagi ketika sedang bersimpuh.

Katanya saya terlalu keras kepala.

Perihal saya egois dengan apa yang saya miliki, kamu berhak apa?

Saya berhak memilih apa yang pantas saya perjuangkan, begitu juga dengan apa yang pantas dilepaskan.

Katanya  saya terlalu pemilih.

Perihal sesuatu yang ingin saya jaga seterusnya, bukannya memang sepatutnya memasang kriteria?

Ketika saya mencinta, saya lakukan sepenuh hati.

Berbeda dengan kamu yang sering melirik dan bermain ke lain hati.

Maka dari itu, jika kamu bilang saya perasa, keras kepala, dan pemilih. Tidak sepenuhnya salah.

Satu lagi, katanya saya terlalu cepat menilai orang.

Bisa berikan saya faktanya?

Bukankah kamu juga begitu? Menilai saya dari katanya?

Lalu kita apa bedanya?


- (13/7/2019 11.30 AM)

Rabu, 10 Juli 2019

Ada apa di 2018? (Part II, Kuliah atau Kerja?)


Satu hal yang harus dipikirin kalo udah mau lulus SMA, tentu aja, “Kuliah atau kerja?”

Well, mungkin ada opsi ketiga, “Nikah.” Not for me, no. HAHAHAH.

Ini sama halnya sama apa yang aku pikirin saat 2018. Salah satu tahap my “quarter life of crisis”, ceileeeeh lebay amat. Tapi beneran, mayan stress. Fun fact, I think about my future plan since 2014. Ketika SMP. Dulu tuh aku ngebet banget masuk SMA favorit di Cimahi, yaa kalau kamu orang Cimahi tahulah dimana. Nilai Ujian Nasional pas SMP juga termasuk lumayan sih. Bisa masuk SMA yang pengen dituju malah.


Tapi aku mikir lagi, kalau masuk SMA itu pilihan jurusannya ya kalo gak masuk IPA ya IPS, mentok-mentok ada lah jurusan Bahasa. My 14 years-old mikir keras tuh kelebihan kekurangan kalo aku masuk jurusan IPA maupun IPS buat ke depannya. Well, even I like science, aku paling gak suka ya ngapalin rumus dan ngaplikasiinnya. Lebih mumet dari matematika.


Matematika masih okelah, pernah dapet nilai hampir 100 malah di rapot pas SMP, tapi beda lagi sama IPA. Gak tahu kenapa gak pernah bersahabat aja dari SD. Pelajarannya aku suka, tapi implementasi nyatanya masih kayak orang paling bego gitu loh wkwk, beberapa pertanyaan yang harus pake rumus aku cuman bisa jawab “?????”


Ya maklum, lebih gedean otak kanan dari pada kiri.Jurusan IPS masih okelah. Tapi tetep, gak mau.


Ya kali aku maksain otak ke jurusan yang gak aku suka, selama tiga tahun harus menatap dan berhadapan dengan pelajaran yang gak aku suka. Ya walau kalau mau lanjut kuliah lebih aman ambil IPA sih. Tapi dari SMP aku juga mikir, “Lah ntar aku kuliah apa kerja ya? Apa dua-duanya?”


Well, my old self, pertanyaanmu terjawab sudah nak di tahun ini.


Akhirnya aku merelakan untuk tidak masuk SMA. Aku mikir apa masuk SMK aja yak? Di Cimahi juga ada SMK favorite. Wah favoritenya udah bukan se-Cimahi lagi, se-Provinsi Jawa Barat aja udah lewat. Favoritenya se-Indonesia. MUEHEHEHEH. Ini beneran.


Di SMK itu ada 9 jurusan kan, kebetulan waktu itu ada acara Open House yang emang selalu diadain setiap tahunnya. Ya makin seneng dong bisa liat-liat dulu sekolahnya sambil ada bayangan tentang jurusannya. Datanglah aku ke sana.


Eeeebusett, my first impression is, “Ini alat-alat beneran bikinan anak SMK? Lah asyik dong banyak praktek? Lohh kok seru bikin ginian?? Lohh banyak cowoknya ya??”


Dan seterusnya dan seterusnya. Dari 9 jurusan yang ada, aku tertarik banget sama jurusan Broadcast. Aku pikirlah mateng-mateng, karena STM ini programnya 4 tahun. Dimana kalo aku masuk sini, mau gak mau harus merelakan satu tahun. Di saat temen-temen SMP -ku nanti sudah masuk kuliah.


Well, di STM ini, masuknya lumayan sulit lho teman. Yang aku inget, tahun aku daftar a.k.a 2014 itu yang daftar 2000-an lebih, sedangkan yang keterima cuman 600an. Karena ada test fisik dan kesehatan, test tulis, sama test praktek. Ya emang gak main-main sih.


Setelah berkonsultasi bersama orangtua, ya disetujuin aja. Yaudah, gas daftar STM. Dan yaudah Alhamdulillah keterima.


SMK tuh kan emang diutamakan buat disalurin buat kerja kan ya… Selama 3 tahun sekolah, which is sisa setahun lagi nih di sekolah, setiap anak ya harus mikirin itu pertanyaan. Kembali ke paragraf pertama.


“Lanjut kuliah atau kerja?”


Selama 3 tahun belajar ya aku ngambis nilai aja sih. Sisa tahun terakhir akhirnya kepikiran dan aku mutusin buat ngambis masuk kuliah. FYI aja nih, anak SMK tuh agak sulit dapet informasi buat kuliah. Minimmmm banget infromasinya. Karena kalo mau Bimbingan Konseling, lebih diutamain yang mau kerja.


Agak kesal. Tapi untung diri ini tidak sendirian, beberapa teman memang ingin kuliah juga. Jadi tuker-tuker informasi.


Hal pertama yang aku daftar itu PMDK Unisba waktu bulan Februari 2018 atau April 2018, aku lupa. Pokoknya pendaftarannya ya online, masukin nilai rapot sama sertifikat yang masih nyambung sama minat bakat. Alhamdulillah keterima. Tapi dasar sifatnya manusia, can’t get enough, jadi yaudah aku jadiin plan sampingan aja. Aku masih ngejar yang lain, SNMPTN, SBMPTN, Beasiswa Monbukagakusho (Pemerintah Jepang), sama Beasiswa IKJ.


Padahal kalau SNMPTN itu persentase lulusnya anak SMK itu cuman 2%, wkwk. Tapi ya selama aku dan nilaiku masuk kualifikasi yaudah gas lagi. Aku daftar UNPAD waktu itu, yang Ilmu Komunikasi dijadiin pilihan pertama, dan Ilmu Perpustakaan untuk pilihan kedua. Aku lupa, tapi kalo gak salah, aku milih Pilihan Ketiga juga, yaitu Sastra Indonesia.


Yasudah pasti tidak lulus dongg wkwk. Tapi temen sekelasku ada yang lulus lho, jurusan lain juga ada. Cuman 4 apa 5 orang yang lulus SNM dari sekolahku. SBMPTN masih berlanjut, jurusan yang aku pilih juga sama.


Tahu sendiri kalau SBMPTN materinya itu lebih ke anak SMA kan ya?! Dan dalam waktu beberapa bulan aku harus belajar Soshum-nya anak SMA secara otodidak a.k.a online aja karena gak mau les. Tiap hari belajar TPA, TKD, dan teman-temannya di sela-sela tugas akhir Uji Kompetensi. Di saat yang sama juga aku nyusun surat rekomendasi buat Beasiswa ke luar negeri dan IKJ. Ya harus minta rekomendasi guru, jurusan, dan juga sekolah:)


Ambisnya parahhh sih.


Jeng jeng jeng, pengumuman SBMPTN pun keluar. Aku nyadar diri banget, belajarku kurang maksimal. Energi sama otak aku kebagi sana-sini. Ya tentu pengumumannya juga sesuai sama apa yang aku usahain. Aku gak keterima, lagi.


Masih okelah, aku masih punya 2 plan lagi dan juga 1 plan yang udah keterima. Pada titik ini aku udah mulai mikirin pilihan terpahit, yaitu aku harus gap year dan kerja. Gak tahu kenapa aku gak mau aja ngebebanin orangtua buat biaya kuliah. Bener-bener gak mau. Aku kerja dan ngajuin Beasiswa itu ya tujuannya biar aku mandiri dan lebih menghargai uang. Pakai hasil kerja keras sendiri. Sebisa mungkin aku gak minta uang dari orangtua. Orangtua juga gak pernah maksa “May, kamu harus ini kamu harus itu.” Apalagi maksa buat kerja.Syukur Alhamdulillah, orangtua selalu suportif dan percaya sama jalan yang aku mau.


Tibalah masuk babak memperjuangkan Beasiswa Monbukagakusho. Beasiswa ini tuh bukan S1. Jadi hanya dua tahun. Nama lainnya Specialized Training College. Jadi ala-ala masuk SMK lagi, D2 lah kehitungnya. Persyaratannya tuh lulusan SMA atau SMK dan sederajat, usia minimal 17 tahun dan maksimal 24 tahun pada tanggal 1 April tahun keberangkatan, nilai rata-rata Ujian Nasional murni minimal 80, bagi pelamar yang nilai rata-rata Ujian Nasional murni kurang dari 80, tetap dapat mendaftar beasiswa program ini jika memiliki sertifikat Japanese Language Proficiency Test (JLPT) minimal level 4/ N4.


Fasilitasnya juga kalo keterima mantep, Biaya kuliah ditanggung sepenuhnya (termasuk biaya sekolah persiapan), Tunjangan hidup sebesar kurang lebih ¥117.000/bulan, tiket pesawat pergi pulang Indonesia – Jepang, bebas biaya pengurusan visa pelajar, tanpa ikatan dinas.


Harus milih juga jurusan yang diminati, maksimal 2 Subjects dalam 1 Field of Study. Ini buat dibikin Motivation Letter kenapa milih jurusan itu dan kenapa Pemberi Beasiswa harus milih kamu. Ya waktu itu harus ditranslate ke Bahasa Inggris juga.

Pas ngurus ini itu ke jurusan dan sekolah, ditanya kan, “Kenapa Jepang, May?”

Pertimbangan aku waktu itu, aku berangkat nyusul kakak-ku yang kerja di Jepang juga. Jadi dia Juli 2018 berangkat, nah aku nyusul buat kuliah. But oh well, ternyata tidak semudah itu.


Pokoknya nyiapin dah tuh seleksi dokumen yang super ketatt tapi seru. Dan setelah nunggu proses administrasi selama sebulan, dapetlah pengumuman lanjut buat test tulis atau nggak. Dalam kondisi nunggu juga aku mulai mempelajari Bahasa Inggris, Matematika (base pertanyaannya Inggris buseeet), sama Bahasa Jepang dasar.


Inget banget, pas hari pengumuman kan lagi puasa tuh. Seharian aku jungkir balik, gak tenang. Tapi di web kok belum ada pengumuman sampe sore, sedangkan program MEXT yang lain udah pada keluar pengumumanya. Oh well, ternyata salah link gaesss wkwk. Aku buka web itu pas buka puasa, dan KETERIMA, buat lanjut ke tahap berikutnya.


Pen nangis rasanya. Tapi langsung mengencangkan sabuk buat belajar.

Sayangnya nih… ada aja hambatannya. Terdapat masalah yang bikin aku selama menuju test itu gak bisa konsen belajar. Dibilang depresi, iya (saat itu). Well I can’t tell. Pokoknya terpuruk aku saat itu. Gak bisa keluar kamar, gak bisa makan, kerjaanku nangis. Proses itu ada sampai H-1 mau test. Nambah sedih aku.


Akhirnya aku gak kuat dan langsung pergi ke Jakarta buat maksain diri test. Ke kosan kakakku. Waktu itu dia emang udah titik-titik akhir mau resign buat lanjut kerja ke Jepang. Belajarlah seadanya. Besoknya langsung ke Kedutaan Jepang.


Seruuuu sihhh. Banyaknya keliatannya pinter-pinter, dan selama nunggu masuk tuh pada belajar dan ada yang udah saling kenal gitu lho. Lah saya gak kenal siapa-siapa yaudah sok ide belajar Bahasa Jepang.


Untuk Bahasa Inggris sama Bahasa Jepang saya masih agak ngerti lah ya, Kalau Matematikanya, EEEE BUSEEET puyeng:’) I mean, grafik, titik persamaan garis dan lain-lainnya itu tuh udah tingkat Internasional buset. Buat Olimpiade itu. Ngakak sih. Sok-sokan ngerjain aja corat-coret di kertas padahal aku hanya bisa ngisi 4 apa 5 biji soal wkwkwkwk.


Aku udah punya feeling gak lanjut buat wawancara sih. Tapi aku emang nyari pengalaman aja.
Dan bener, gak keterima. Plan terakhir, sisa Beasiswa IKJ. Waktu itu aku daftar sama dua temenku dari jurusan. Seleksi dokumen lanjut semua. Terus masuklah langsung ke tahap wawancara. Di Hotel Mercure waktu itu.


Oh aku lupa cerita, aku akhirnya gak ngambil PMDK-ku yang harusnya udah daftar ulang di bulan April. Sedangkan Beasiswa IKJ ini bulan Juli-Agustus periode daftar sampe keterimanya.
Ini tiket terakhir aku kuliah kan ya, I put my ambitious energy back. Harus keterima. Pokoknya se-Indonesia itu hanya keterima 35 murid. Ketat juga as always.


Tahu gak ungkapan, “Kita yang merencakan, Tuhan yang menentukan.” ? Well ini bener-bener terjadi di kehidupan aku.

Aku gak lulus. Aku nangis. Aku malu sama diri sendiri. Aku malu sama sekolah. Aku malu sama orangtua karena belum bisa ngebanggain. Rasanya ditolak berkali-kali tuh… sakit.


Di satu titik aku mikir, “Sebego itu ya aku? Sampe gak ada yang mau nerima?”

Waktu itu aku gak ngerti aja rencana Tuhan. Yang baru aku ngerti akhir-akhir ini pas pindah ke Jakarta. Pokoknya aku dealing harus gapyear dan milih kerja aja itu butuh waktu recovery hampir sebulan. Kayak orang linglung. Aku gak buka social media. Aku benci sama diri sendiri waktu itu karena gak bisa memberikan yang terbaik. PMDK dengan mudahnya aku buang gitu aja, padahal akhirnya butuh:’)


Emang hikmahnya gak boleh ngeremehin setiap usaha yang udah dicapai.
Harus sabar dan percaya sama rencana Tuhan. Gak ada rencana Tuhan yang gak baik. Tuhan itu mengabulkan doa kita dengan tiga cara.

1.      Allah mengabulkan secara langsung setiap doa yang kita panjatkan.
2.      Allah menunda Untuk mengabulkan doa tersebut.
3.      Allah menggantikan doa tersebut dengan suatu hal yang lebih baik


Selama satu bulan, aku berusaha nyusun lagi mimpi aku dari awal. Nyusun lagi dari 0. Muhasabah diri. Berusaha ikhlas dan ngejadiin semuanya pelajaran. Terus aku inget pernah bikin list mimpi pas SMP. Tulisannya di situ 2018 masuk UNPAD wkwk, maafkan diriku. 2014 itu kalo gak masuk SMAN 2 ya SMKN 1. Tapi di situ juga ketulis, “Kalau bisa kuliah sambil kerja.”


Well, akhirnya itu yang aku kejar saat ini, dan semoga dilancarkan ke depannya. Tapi karena aku stress banget waktu itu, aku nyiapin strategi lagi. Aku gak mungkin langsung terjun kerja di saat mental aku masih unstable kan ya. Akhirnya aku milih buat daftar diklat yang durasinya lama, dan jauh dari rumah.


Well, jeng jeng jeng, ini nih salah satu hadiah Tuhan karena aku mau bersabar. Aku keterima diklat di Bali selama sebulan. G-R-AT-I-S, dapet ilmu, dapet temen baru, dapet uang saku, dapet fasilitas makan dan penginapan, dan dapet PELAJARAN baru lagi dong pastinya NGEHEHE.


Akan ku kupas tuntas di part selanjutnya.


Well, panjang juga ya. Jangan patah semangat pokoknya!!


   ❤ ♡  May sending you a BIG and WARM virtual hug (10/7/2019 01:03 PM) ❤ ♡

Selasa, 09 Juli 2019

Kamu Belajar dari Mana?


Kamu tahu, saya adalah salah satu manusia paling meragu. Apalagi untuk membukakan pintu bagi orang yang baru.

Kamu tahu, kehebatan saya selain meragu adalah mendorong orang pergi menjauh?

Saya terus dorong kamu untuk menjauh, kamu malah mendekat untuk mendekap saya lebih erat.

Kamu tahu, selain mendorong orang menjauh, saya adalah manusia yang rumit?

Bukannya menjelaskan apa yang salah, saya malah memilih jalan pamit.

Tapi saya ingin mengajukanmu satu,

Pertanyaan yang mengusik kalbu.

Kamu belajar dari mana bisa menjadi orang yang sabar? Jika kamu tahu, saya kagum untuk hal yang satu itu.

Kamu belajar dari mana bisa menjadi orang yang sederhana dan menyenangkan?

Kamu belajar dari mana bisa menjadi orang yang penyayang?

Kamu belajar dari mana?

Tolong ajari aku. Karena aku sedang meragu.

(9/7/2019)

Senin, 08 Juli 2019

Surat untuk Semesta


Semesta, mengapa manusia hanya terobsesi dengan kata 'memiliki' tanpa mau belajar cara 'melepaskan'?

Padahal kita semua tahu, semua yang kita miliki hanya titipan, sewaktu-waktu pasti akan dikembalikan. 

Semesta, mengapa manusia sibuk mencari sesuatu yang hilang? Padahal belum tentu semua yang hilang ingin ditemukan. 

Belum tentu yang hilang menginginkan sebuah pencarian. Mungkin yang hilang hanya ingin menjelma menjadi kata kehilangan.

Semesta, apakah benar, kalau tidak semua yang pergi akan kembali? Ada yang bilang, pergi ya pergi, masalah pulang dan kembali itu urusan nanti, memang iya begitu?

Mungkin yang pergi memang ingin hilang saja, tidak ingin dicari. Apalagi ditemukan kembali.

(Yang bernama Semesta tolong, waktu dan tempat saya persilakan, karena saya butuh jawaban).

Kota atau Kita?


"Kota ini tidak statis. Perubahan, perpindahan, orang lalu lalang keluar masuk kehidupan sudah bukan hal aneh lagi bagi saya. Jadi saya tidak akan berharap banyak."

"Bukan hanya kota, kita juga begitu."

"Jadi kamu tidak akan berharap banyak?"

"Pada kota apa pada kita?"



(Terinspirasi setelah melihat mas-mas Indiemart sebelah kosan yang gantengnya mirip Brandon Flynn).

Tanpamu Ternyata Aku Mampu

Kita, cerita yang sudah usai dan memang dipaksa selesai.

Aku, manusia rumit yang memilih jalan pamit.

Kamu, pemeran utama bersifat tak peduli yang paling memegang kendali.

- Dulu, ketika dua orang keras kepala berusaha menjadi satu. 
Sekarang, aku bergerak maju memasuki kisah yang baru.

Pamit.


"Kenapa harus lari?" tanyamu lagi, berusaha menahanku kali ini.
Aku hanya tersenyum pahit, "Menurutmu, untuk apa aku bertahan jika tidak ada ruang di hatimu untuk diisi oleh ku?"
Kamu terdiam. Aku merasa bersalah, tentu saja, jawaban itu seperti menampar wajahmu keras-keras. Kasat mata namun terasa dalam.
Aku benar bukan?
Cengkeraman tanganmu untuk menahanku, perlahan mengendur. Namun tetap, kamu enggan melepaskan.
"Kenapa harus secepat ini?" Kali ini, kamu enggan menatap mataku. Rasanya aku bisa melihat kristal bening itu berada di pelupuk mata.
Aku terdiam. Aku tidak mau membuat dirimu semakin terluka. Tapi aku tidak bisa mengucapkan kalimat itu dengan lantang. Aku tidak ingin terlihat kalah di hadapanmu. Maaf, aku memang seegois ini.
"Cepat atau lambat, semua hal ini akan berakhir, bukan?" Ucapku, tanpa perasaan.
Oh Tuhan, maafkan aku, aku tidak bermaksud menyakiti perasaan lelaki ini. Aku tak ingin menambahkan garam pada luka-nya. Sungguh, aku sangat menyayanginya. Tapi aku tidak bisa. Tidak bisa jika kita bersama, namun saling menoreh luka.
Sekarang, mata kopi itu menatapku tak percaya. Dirimu benar-benar terluka. Tentu saja.
"Kenapa tidak mencoba terlebih dahulu?" Suaramu bergetar hebat. Aku tidak kuasa berada di tempat ini lebih lama lagi. Aku harus pergi. Secepatnya. Sebelum akhirnya kristal bening di mataku yang jatuh terlebih dahulu.
Aku menutup mata rapat-rapat sebelum akhirnya membuka mata, dan menjawab.
"Maaf, aku mengerti posisiku. Ada beberapa hal yang tidak bisa aku jelaskan. Tapi bukankah, jika kau tidak ingin terluka, tak usah bertanya mengapa?"
Pegangan tanganmu di pergelangan tanganku terlepas begitu saja. Kamu melepasku, kali ini membiarkanku benar-benar pergi. Dengan berat, aku melangkahkan kaki tanpa menoleh ke arahmu. Yang tentu saja akan membenciku setengah mati.
- Untuk yang berusaha singgah namun tak sungguh. (May yang berusaha singgah di Januari 2018)

Ghosted

Terima kasih sudah mampirwalaupun sekadar mimpiSukses membuatku berdelusi.
Tadi malam, kamu kembali menghantuiku lewat mimpi. Kembali menjadi sosok lelaki manis—dimana jika itu bukan mimpi—pasti akan membuatku kembali jatuh cinta. Untung saja cuma mimpi.
Terima kasih sudah kembali mengingatkanku tanggal berapa sekarang. Bagi orang lain mungkin tanggal biasa—hari biasa seperti hari lainnya. Namun tidak bagiku, atau mungkin bagi kamu juga?
Aku tersenyum sendiri, namun dengan bibir sedikit bergetar. “Empat tahun yang lalu? Cinta memang bisa membutakan waktu.”
Padahal baru kemarin aku berdebat dengan sahabatku perihal rasa. Dia bilang, beberapa perasaan tidak akan pernah hilang walaupun orang tersebut pergi. Aku tertawa saja, karena aku pikir itu tidak benar. Buktinya setelah berdamai dengan perasaan, aku sudah tak acuh lagi dengan keberadaanmu. Namun pagi ini, kata-kata itulah yang menyambutku ketika bangun dari mimpi sialan itu. Sungguh ironi.
Jadi mari kita pahami… Aku akui aku kalah, dan juga sedikit salah. Beberapa perasaan mungkin memang sudah ditakdirkan untuk terus berada di sana, tidak akan pernah mati. Tapi aku pikir, itu tidak apa-apa. Asalkan pada batas wajar, dan tidak membuatku menginginkan kamu kembali.
Aku kira perasaan gadis berusia 13 tahun tidak akan sedalam itu. Perasaan gadis itu ternyata fatal, jika ia tidak dapat mengendalikannya, it would ruin her life. Aku senang gadis itu aku.
Terima kasih telah mampir, padahal hatiku sedang dalam keadaan tidak baik berkat orang baru. Kamu mengingatkanku bahwa sakit yang kamu torehkan lebih dalam, jadi aku tau bahwa sakit ini tidak sebanding dengan luka itu.
Ah maafkan aku, menjadikanmu tolak ukur lagi. Setiap orang baru hadir, aku mencurangi mereka dengan kenangan lama. Selalu bergumam, “Andai saja orang itu kamu, pasti akan…”
Tolong maafkan aku, aku berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi. Rasanya jahat sekali. Baik untuk orang baru, maupun untuk kamu yang sudah berbahagia entah di mana.
Tapiterima kasih sudah sudi mampirsebelum aku kembali pada orang baru.
Walaupun hariku masih terasa biru dan terkesan abu-abuaku tau bahwa perasaan yang dulu itu tidak semu.
Terima kasih telah menghantuikuaku senang itu kamu. Walaupun kembali membuatku sendu.
Atau mungkin ini salah satu bentuk rindu?
- (Empat tahun setelah kejadian itu—23 Januari 2018, 06:57 AM)

Let it go.


Pernahkah kamu berpikir, jika seseorang itu tidak datang ke kehidupanmu, mungkin semuanya akan berbeda?
Mungkin kamu tidak perlu mengetahui apa yang dia suka, dan teringat tentangnya ketika hal itu muncul di mana-mana. Mungkin, kamu tidak perlu repot memikirkan dia yang jelas-jelas tidak memikirkanmu, walaupun kamu berharap hal yang sama?
Atau mungkin, kamu tidak perlu menebak-nebak isi hatinya? Berharap ada namamu dalam benaknya?
Tapi, biar aku tanya, apakah kamu rela jika tidak bertemu dengan orang sepertinya?
Orang yang diam-diam membuat pipimu merona? Orang yang bisa membuatmu tertawa?
Orang yang—mematahkan hati mu jadi dua? Dan membuatmu bersikap seolah-olah semuanya baik-baik saja?
Tentu saja kamu tetap tidak rela. Kamu tetap ingin mengenalinya. Namun dengan keadaan yang berbeda. Mungkin, kamu berharap kamu datang terlebih dahulu sebelum wanita itu? Atau mungkin, kamu berharap kamu adalah wanita itu?
Sayang, terkadang kita memang harus menerima keadaan. Aku pernah membaca sebuah tulisan, intinya, 'seseorang datang ke dalam kehidupan mu untuk dua tujuan. Satu untuk pembelajaran, atau dua, kamu yang mengajarkan pembelajaran kepadanya.'
Jadi tidak ada ruginya, walaupun kamu harus pura-pura berbahagia di hadapannya—dengan dia yang menggenggam jemari wanita lain. Tidak ada ruginya, walaupun kamu harus memunguti hati mu yang retak berkeping-keping dalam kegelapan. Tidak ada ruginya, membiarkan dia mengisi relung hatimu. Toh, itu semua proses pendewasaan bukan?
Tak apa jika kamu masih belum rela. Itu membuktikan rasa itu memang benar adanya. Kamu harus bersyukur, kamu memiliki hati yang tulus. Tidak banyak orang yang bertahan sepertimu dalam medan perang. Iya, perang antara hati dan pikiran. Tetaplah menjadi wanita kuat seperti itu. Tidak mencoba merampas kebahagiaan orang lain demi kebahagiaanmu semata.
Sudah, jangan merutuki dirimu dengan sesuatu yang menyakitkan hati. Ikhlaskan. Memang bukan dia. Tidak ada gunanya merutuki dia yang sudah berbahagia. Biarkan kamu menemukan kebahagiaan yang lain, walau bukan dia.
Jadi, tak apa kamu mengenalinya. Semuanya sudah digariskan oleh takdir Tuhan. Mungkin dia termasuk ke dalam salah satu hal yang perlu kamu pelajari, lalu kamu inginkan, namun akhirnya harus kamu relakan.
- Untuk kita, wanita kuat yang membiarkan kebahagiaan kita dirampas orang lain—namun enggan meminta kebahagiaan itu kembali. (28 Januari 2018)

Pintu


Untung saja, hati ini belum terbuka seutuhnya.
Sehingga, ketika hari ini datang, aku masih bisa bertahan.
Kamu tidak mengetahui kalau setiap hal kecil yang kamu lakukan berdampak besar kepada perasaan ini, bukan? Bagus. Ini saat yang tepat untuk mengusir mu dari depan pintu.
Selamat, kamu kehilangan ruang. Aku harap kamu senang bisa kembali terbebas. Tak perlu peduli lagi dengan apa yang berada di dalam pintu. Kamu bisa keluar masuk ke dalam pintu yang lain, namun tidak dengan pintu ini. Tidak usah merasa terbebani lagi dengan rasa penasaran mu. Kamu tidak berhak tau mengenai masa lalu ku.
Aku kira kamu mengerti, namun tampaknya kamu masih terlalu bodoh untuk membaca apa yang tertulis di depan pintu.
Aku kira kamu berbeda, oh tolong, ini bukan pertama kalinya aku salah menilai orang.
Aku harap kamu bahagia, telah berusaha mendobrak pintu ini. Walau gagal, kamu tetap membuat kerusakan. Seharusnya aku tidak perlu mengintip siapa yang datang, jika aku tau itu kamu.
Ah lagi-lagi memang aku yang salah. Tidak apa, setidaknya aku tidak termakan oleh bualan janji manismu. Lucu sekali melihat perasaan ini, dengan cepat silih berganti, mengikuti apa yang kamu lakukan. Padahal jika ditelaah, kamu ini siapa? Lelaki hari kemarin? Ah terlalu berlebihan jika kamu disebut lelaki. Kamu hanya seorang cowok yang sedang mencari pelarian.
Jika kamu membaca tulisan ini, sekali lagi, aku harap kamu bahagia. Tidak heran kamu kehilangan kebahagiaan sejak lama, karena kamu selalu berusaha mencuri kebahagiaan orang lain. Panggil aku terlalu temperamental, berlebihan, dan tidak dewasa, tapi kamu lebih buruk dari pada itu.
Besok-besok, tak usah kembali lagi ke sini. Ruangan ini bukan tempat bermain, ruangan ini bernama hati. Tidak usah penasaran, karena tidak ada yang spesial. Tidak ada nama mu tertulis di sini. Cari saja orang lain, mungkin mereka akan dengan senang hati membukakan pintu, lalu membuat ruangan itu penuh dengan potret diri mu.
Tidak untuk ku.
Tidak akan pernah lagi.
Her heart belonged to the people who couldn't stay. (31 Januari 2018, 02:27 AM)

Satu Hati, Dua Mata.


Aku lelah terjaga semalaman, hanya untuk memikirkan segala hal tentangmu. Hingga aku mendapatkan kesimpulan, ada hal yang tidak bisa dibohongi di sini.
Satu, hati.
Namanya masih terselip di sana, dalam ujung lorong temaram. Bahkan tanpa kau sadari, hatimu memanggil namanya dalam kesunyian malam. Nama dia masih terselip dalam obrolan ringan. Mau sampai kapan? Sampai dia kembali dalam dekapan?
Dua, mata.
Walaupun kau menatapku, aku tahu kau membayangkan orang lain untuk berjalan berdampingan. Kamu mengharapkan kehadiran. Mau sampai kapan? Sampai aku yang pergi meninggalkan?
Sungguh, aku tak apa. Kau tinggal sendirian tanpa alasan. (5 Juni 2018)


Story Of Us

Mungkin aku dan kamu tidak tercipta pada satu rangkaian kalimat yang sama.
Lalu jika dirasa begitu, bagaimana bisa kita mengukir kisah bersama?

- Untuk menjadi sebuah kalimat utuh pun kita tak akan pernah bisa.
(22 Oktober 2018)

Kalau Bisa

Kalau bisa, aku tidak akan sejujur ini. Baik perihal perasaan ku atau apa pun yang aku mau.
Lihat konsekuensi yang didapatkan. Yang terluka bukan cuman aku, aku yakin juga kamu.
Kalau bisa, aku tidak ingin mencintai sebegitunya, di saat kamu hanya bisa sekenanya.
Bodoh, aku tahu akhirnya akan seperti ini tapi masih keras kepala berharap kamu berbeda.
Sekarang aku tanya, apa bedanya kamu dengan mereka yang sebelumnya singgah? Selain sama-sama meninggalkanku dengan luka?
Kadang aku berpikir salah ku dimana. Sampai sekarang tidak ku temukan juga jawabannya. Apakah salah menyuarakan apa yang aku rasa dengan lantang? Atau harus aku tutup rapat-rapat hati ini seperti sebelum kamu datang?
Sepertinya lebih baik begitu. Karena sejujurnya aku lebih baik tanpa kamu atau siapa pun di sampingku.
Kalau bisa.

After I'm Not With You

Sini, duduk sebentar. Akan saya ceritakan padamu tentang apa saja yang telah saya lalui setelah tidak dengan mu.
Beberapa hari setelah kejadian itu, saya hancur.
Saya tidak menyangka semuanya akan berakhir seperti ini. Saya sadar itu kesalahan saya seutuhnya. Saya pikir ini akan berakhir jika saya menemukanmu mulai mencintai perempuan lain.
Ternyata alasan kita berpisah cukup konyol. But hey, sooner or later it's over.
Kenapa kita harus memperlambat waktu perpisahan kita dan menimbun kenangan?
Jika rasa sayang yang saya miliki menyesakan kamu, my dear, I will set us both free.
Tapi hari ini, saya rela diperlakukan begini. Bukannya tidak berdaya dengan takdir yang memisahkan kita, tapi mencoba percaya jalan Tuhan itu nyata.
Mungkin, jika saya diam di lembar yang sama denganmu, saya tidak akan berjalan menuju tujuan saya.
Jujur saja saya memang sedikit kehilangan akal sehat saat jatuh cinta. Hobby yang biasanya membuat saya produktif, tergantikan begitu saja dengan sosok fatamorgana.
Sebulan setelah kamu memutuskan apa yang terbaik untuk kita, saya merasa bahagia. Saya rasa memang ini yang saya butuhkan.
Apa yang terjadi di sana, tetap lah di sana. Memang harus begitu. Saat kita kembali pulang, mungkin rasa itu harus disimpan sendiri. Atau mungkin kita biarkan menghilang mengikuti hari.
If one day our path cross again, maybe I will grab you some Coffees. Let's talk about things that I missed when I'm not with you. But please don't you ever dare to ask how I've been, or ask me who do I love.
Because maybe, it's you. Still you. Or maybe it's not. Maybe my fingers has a ring on it. Maybe I have fiance. Maybe I married with another man.
We will never know. Things I know for sure by now, I'm happy on my own and I'm grateful for that.
- Thank you for set me free. (31 Januari 2019)

Maysartn . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates