Liar Star
Bintang
di malam ini sangat lah terang. Aku heran, tidak biasanya aku memperhatikan
bintang dari balkon di depan kamar ku. Dan aku baru menyadari kalau pemamdangan
malam hari terlihat lebih indah kalau di lihat dari sini. “Cie, ade gue bisa
galau juga ternyata” saat aku melihat kebelakang, ternyata itu kaka ku, Hydra.
“Galau? Sok tau banget sih. Aku tuh lagi mengamati bintang tau”
Ka Hydra pun duduk tepat di sebelah ku. “Naga Laut” ucapnya.
“Stopppp! Aku bosan denger sajak yang kaka bikin dari nama kaka!”
“Naga Laut” lanjutnya lagi.
“Berisik!” ucap ku.
“Melambangkan seorang Hydra”
“BERIIIIISIIIIIIK!!!”
“Yaelah, hargai kek orang yang lagi mau menyampaikan karya
nya” kak hydra pun menyenggol ku.
“Ini yang ke 21 kali loh ka. Rese amat sih, mending kalo sajak
nya bagus”
“Iya deh iya git. Eh eh eh itu liat deh kearah Timur” tunjuk
ka Hydra. Dengan reflex aku melihat kearah kanan ku. Terdapat mobil pindahan
disana.
“Yes, ada tetangga baru. Siapa tau aja cewe, anak kuliahan, putih, tinggi…..”
“ssssst berisik ah. Udah malem, aku mau tidur. Sana keluar!”
aku pun mendorong dorong ka Hydra hingga keluar dari kamar ku. Aku pun menutup
pintu menuju balkon dan bergegas pergi tidur.
Hari
ini mentari muncul lebih awal dari biasanya. Padahal sekarang baru pukul 6.30
tetapi mentari sudah bersinar dengan terang nya.
“Git, kenalan sana sama tetangga baru kita. Om Pollo sama
tante Melda. Anak nya sepantaran sama kamu loh.” Ucap mama saat kami sekeluarga
sarapan.
“Yahh” ucap ka Hydra. Aku hanya tertawa karena ingat akan
kata kak Hydra tadi malam.
“engga ah ma. Paling juga anak nya ga asik. Hehe . mah, pah,
kak dra.. gita bergi dulu!
Assalamualaikum”
Aku pun keluar dari rumah, dan
melewati rumah di sebelah ku. Terlihat ramai di sana. Ah mungkin mereka sedang membereskan
barang – barang mereka. Aku pun sepanjang jalan menuju ke sekolah hanya
membayangkan kalau aku mendapatkan teman baru yang sepantar dengan ku. Mungkin
dia pulang bermain dari rumah ku akan babak belur. Ya aku suka memukul mukul
orang jika aku tertawa dengan lepasnya.
Aku
memasuki sekolah dengan ringan nya. Hari ini adalah hari jum’at, hari paling
menyenangkan dalam seminggu. Mata pelajaran nya hanya ada 2 saja. Yaitu
olahraga dan seni budaya. Otomatis tidak akan ada tugas. Aku memasuki lorong
menuju kelas dengan rasa keheranan. Aku melihat lorong kelas sangat penuh
dengan anak dari kelas lain. Aku pun mempercepat langkah ku karena ingin tahu
apa yang sedang terjadi di dalam kelas.
“Misiii, permisi… geser dikit aku mau lewat! Air panas air
panas. Woii sakittt keinjek, eh geser dong!”
Dengan susah payah aku melewati kerumunan . aku melihat
sohib ku, karina.
“Git, aku duduk sama laila dulu ya. Kan sekarang olahraga
nya per tim” ucap nya saat aku baru mau mengahampirinya. Laila yang ada di
sebelah karina hanya nyengir saat melihat ku, aku pun nyengir balik.
Tanpa komando lagi, aku menghampiri
meja paling nyaman seantero kelas. Ujung pojok kanan. Murid di kelas ku ada 39
orang, otomatis ada satu orang yang duduk sendiri. Hari ini adalah bagian aku
yang duduk sendiri. Aku pun mendorong kursi yang ada didepan ku memakai kaki.
“Apaan git?” ucap Rangga, lelaki yang bangku nya aku dorong
barusan.
“Ada apaan sih di luar? Tumben banget kelas kita rame?”
“Engga tau tuh”
“Atau lagi pada nungguin gue dateng barusan?”
“Kata nya sih bakal ada anak pindahan gitu di kelas kita”
ucap Indra yang duduk di sebelah Rangga.
Aku pun hanya ber ‘oh’ ria saat
Indra menjelaskan tentang si anak baru. Aku juga heran, kenapa banyak yang
ingin lihat si anak baru ini. Yang kayanya engga ada spesialnya tuh. Mending
juga ngeliat si Udin nge rap.
Saat mata pelajaran olahraga, bapak
dermawan tidak masuk. Dan tidak ada tugas yang biasa menjadi oleh – oleh untuk
kelas kami. Aku membaca buku tentang rasi bintang. Aku salah membawa buku, ini
adalah buku punya Kak Hydra. Sepertinya tadi malam buku ini dia tinggalkan di
antara tumpukan buku mata pelajaran ku untuk hari ini. Aku pun menyetel mp3 di
handphone ku. Aku hanya merasa bosan. Aku pun menenggelamkan kepala ku di
antara ke 2 tangan ku.
“Bruuuuuuuk!” aku mendengar lemparan sebuah tas di atas meja
ku. Aku merasa geram, karena orang yang telah melempar tas tersebut telah
membangunkan sang harimau. Saat aku melihat seseorang yang sedang duduk di
sebelah ku dia hanya diam. Muka nya sangat putih dan bersih, hidung nya
mancung. Aku seperti mengenal orang ini. Tetapi tidak. Aku mencoba mengucek
mata ku. Oh tidak, ini sih bule. Kenapa bisa nyasar ke sini? Akupun melihat ke
sekeliling kelas, wajah teman – teman ku keheranan melihat bangku ku. Ya aku
duduk bersama seorang bule yang yaaa lumayan lah, not bad.
Istirahat
pertama. Si Bule entah pergi kemana. Teman – teman ku pun datang menghampiriku,
seperti layak nya aku akan di interogasi.
“Git! Lo kenal sama bule itu?”
“Gitaaaaa, elu kenapa bisa duduk sama bule itu? Padahal
bangku si irvan sama bangku silfa kan kosong. Kok yang dipilih bangku elo sih?”
“Gigittt elo make elmu apa bisa bikin si bule mau duduk sama
elo?”
Semua pertanyaan mulai menghampiri bangku ku. “Stoooop kawan
– kawan tenang, aku sakit perut! Aku mau ke WC duluuu. Bye!” aku pun ngacir
keluar dari kelas. Aku tidak tahu harus menjelaskan apa kepada mereka semua.
“Kamu!” aku pun berhenti berlari, lalu mencari asal suara.
“Iya kamu!” aku pun melihat gang kecil di dekat di bawah tangga. Di saat aku
menghampiri asal suara, aku melihat si bule sudah berdiri di situ.
“Aku tahu ini terdengar aneh, tapi…” ucap nya
“tunggu, kok bahasa Indonesia kamu lancar banget sih?”
“Dengerin aku dulu, nama aku Lyra Bintang Afsheen. Aku
pindahan dari Bogor. Aku tetangga baru kamu, kamu mau ga jadi pacar aku?”
Aku menatap si bule dengan ngeri, ada apa dengan hari ini?
hari ini lancar sebelum si bule datang mengahancurkan hari ku.
“Diem berarti iya kan?”
“ehhh engga bukan gitu…”
“engga pake tapi, bantuin please. Jadi pacar bohongan kok”
ucapnya
Aku pun akhir nya meng iyakan dan raut wajah Lyra menjadi
senang. “Oke! Sekarang ikut aku, kamu engga usah ngomong apa – apa. Tapi ikutin
aja apa yang aku omongin”
Lyra pun menarik tangan ku menuju
kantin. Kami makan bersama di kantin. Dan semua mata tertuju kepada aku dan
Lyra. Aku sangat lah malu, harga diri ku sudah sangat jatuh. Aku yang biasa nya
urakan dan makan sambil jalan, sekarang, detik ini makan bersama cowo bule
seakan – akan kami itu pacaran. Eh emang iya ya, pacar bohongan tapi.
“Makan yang banyak ya git, biar makin cantik” ucap Lyra
dengan gaya ala pacar semua idaman wanita.
Aku hanya mengangguk malu. Aku tahu, muka ku pasti sudah
sangat lah merah. Tetapi aku tidak bisa mengelak, aku tidak bisa menolak
perintah Lyra.
Setelah
dari kantin, aku berpegangan tangan dengan Lyra hingga ke dalam kelas. Aku
hanya merasakan bahwa tangan ku basah. Aku nervous, se tomboy – tomboy nya
seorang sagitta, engga pernah pegangan tangan sama cowo. Apa lagi sama yang
namanya PACARAN! Aku masih shock sampai sekarang. Aku merasakan getaran berada
di hati ku, aku merasa seperti darah membludah dari jantung ku. Aku berharap
drama ini segera berakhir.
Anak –
anak di kelas ku pun tercengang melihat aku berpegangan tangan bersama Lyra.
Saat mata pelajaran Seni Budaya pun, Lyra masih menunjukan sikap perhatian nya
kepada ku. Yang membuat ku tidak nyaman. Saat pulang sekolah pun aku pulang
bersama Lyra. Aku di ajak kerumah nya terlebih dahulu untuk berkenalan bersama orang
tuanya. Dia pun akhirnya angkat bicara tentang drama yang di perankan oleh aku
dan Lyra.
Lyra
pun merahasiakan misi nya tentang drama antara aku dan Lyra hingga 1 Semester.
Dan ada perasaan yang lain di sana, di saat aku berada di dekat Lyra, dan di
saat aku tidak di dekat Lyra. Tetapi aku masih menyimpan perasaan ini. Karena
aku tahu kalau kami pacaran itu bohongan dan tidak serius. Parahnya Lyra adalah
cinta pertama ku, bodoh nya aku mau menjadi pacar bohongan nya. Yang aku
inginkan sekarang adalah untuk menjadi pacar sungguhan nya.
Hari ini Lyra tidak masuk sekolah,
dan dia berjanji untuk memberi tahu ku tentang misi dramanya selama ini. Aku
menunggu pukul 4 Sore di café Pelangi, tempat biasa kami berdiskusi untuk
membuat cerita tentang hubungan ku dengan Lyra. Setelah pulang sekolah dengan
sigap aku pergi menuju café itu. Di sana aku lihat Lyra sudah menunggu di meja
tempat biasa kami duduk.
“Sorry ra telat, pelajaran terakhir nya bu Hilda soalnya”
ucap ku sambil ngos ngosan.
“iya gapapa” ucap nya sambil tersenyum. Ada sesuatu yang
berbeda di mata Lyra hari ini, aku sudah mengenalnya selama 1 semester. Aku pun
selalu ada di dekatnya, jadi aku tahu perubahan kecil yang terjadi di dalam
diri Lyra.
“Coba jelasin misi drama kamu. Apakah berhasil?”
“jadi gini git, sebelum nya maafin gue ya buat ngejadiin elo
sebagai pacar bohongan gue. Kesan pertama kali gue masuk SMA Pahlawan, gue
shock banget. Gue mau masuk kelas, semua mata tertuju kepada gue. Malah sebelum
masuk sekolah han pun gue selalu jadi pusat perhatian. Dan gue ga nyaman”
“terus?”
“Cewe – cewe yang ada di kelas kita itu agresif semua. Dan
gue takut, terlintas di fikiran gue buat nyari tameng. Dan ternyata tameng gue
itu elo.”
“Oke.. hm, Lyra..”
“eh tunggu git, gue belum selesai ngomong. Sebenernya dari
hari pertama kita ketemu itu, gue udah suka sama elo. Sebenernya di hati gue.
Gue udah nganggep elo pacar gue sendiri. Jadi sebenernya misi gue gagal. Hm,
mau ga elo jadi pacar gue?”